Janda sudah tentu menjadi pandangan yang buruk bagi banyak
kalangan, pernahkah anda bertanya pada diri sendiri bila anda dalam posisi dia?
Manusia hanya bisa menghakimi dengan pandangannya. Di sini ada janda yang
berhasil mengkuliahkan kedua anaknya dan kedua anaknya berhasil wisuda dengan
hasil yang seadanya. Janda tersebut di tinggal menghadap sang pencipta oleh
suaminya, pada awalnya kerabatnya meragukan dengan statusnya yang di tinggal
menjanda dengan anak yang masih kecil dan usia yang masih cukup untuk berumah
tangga kembali. Banyak kerabat yang ingin mengasuh anaknya untuk meringankan
bebannya “pikirnya”, tetapi beliau bersikukuh untuk membesarkan anak-anaknya. Dalam
prinsipnya menikah untuk memperoleh keturunan, dia sudah melakukan pernikahan
dan sudah memiliki anak, mengapa anaknya harus di titipkan kepada orang lain
ketika dia sudah mencapai tujuan awal dari pernikahan tersebut. Maka beliau
bersikukuh akan membesarkan anak-anaknya dengan jerih payahnya. Anak terakhir
saat di beliau menjadi janda baru usia toddler,
sangat berat menjadi single parent
saat anak usia tersebut, dikarenakan kebutuhan usia tersebut terbilang banyak. Belum
popok, susu, PASI, dan lain sebagainya, anak paling besar sudah memasuki usia
sekolah dimana pembiayaan lebih berat lagi seperti uang saku, uang kelas, uang
baju, uang buku dan lainnya. Jika kita membayangkan apakah kita bisa mencukupi
sebegitu banyak kebutuhan tersebut?. Beliau hanya mengatakan “saya hanya
menjalaninya saja” dengan santai dan jawaban sederhana tersebut kopi mulai di
seruput kembali. Anak yang paling besar “sukurnya” tidak berulah saat tumbuh
kembangnya, dia mengerti dengan kondisi orang tuanya saat itu. Dengan kesederhanannya
dia mendaftarkan diri di sekolah bergengsi di kotanya saat kelulusan sekolah
dasar dan kemudia dia menjadi bintang di sekolahannya tersebut. Saat kelulusan
di sekolah menengah pertama dia kembali mendaftarkan diri di sekolah menengah
atas terfavorit pada jamannya dan dia masuk menjadi siswa berprestasi di
sekolahan tersebut.
Sederhana saja pesan yang dikatakan oleh beliau kepada
anak-anaknya “kamu tidak mempunyai siapa-siapa, bapakmu sudah meninggal, km
tidak punya kakek nenek dari pihak bapak maupun ibu, keluarga bapak atau ibumu
gak ada, jadinya hanya ilmu saja yang bisa menyelamatkan km”, kemungkinan itu
yang terniang di pikiran anak yang sedang tumbuh kembah, di berikan tanggung
jawab untuk pendidikannya pada usia yang masih di katakana hanya bermain saja
di pikirannya. Anak yang paling bungsu pun tidak melakukan hal yang terbilang
mewah, saat ini dia menggunakan hp android yang produksi sekitar tahun 2018
dimana saat ini sudah menginjak 1/4nya tahun 2020. Pada usianya yang harusnya banyak
bergaul dengan lawan jenis, shopping, nongkrong dan bergosip, setia menemani
ibunya untuk mencari sekilo beras. Memang namanya anak paling bontot pasti
tidak akan lepas dari induknya. Si bungsu tidak pernah lepas dari lingkungan
tempat tinggalnya, sangat berbeda dengan anak sulung. Di tinggal ayah saat usia
toddler “mungkin” merasa kurang sentuhan lelaki, sehingga keberanian terhadap
dunia luar sangat kurang. Semua kerabatnya menertawakan tingkahnya yang tinggal
di metropolitan tetapi tidak mengetahui seluk beluk metropolitan. Kepolosannya membuat
nilai tersendiri dalam menarik jantan yang akan meminangnya kelak.
Janda dengan stigma negative di masyarakat mampu membangun
anak-anak yang gemilang, yang mampu menyelesaikan kuliahnya yang terbilang
sulit dalam hal pembiayaan. Janda selalu di konotasikan sebagai wanita yang
tidak mampu membesarkan anaknya dan hanya ingin meminta bantuan saat ini sirna.
Janda kali ini sukses menghantarkan anaknya menjadi sarjana yang sangat pandai
dalam bidangnya. Salut buat single parent
yang dalam hal ini “janda” karena telah membangun generasi penerus bangsa yang
cerdas dan kelak membantu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Komentar
Posting Komentar